18 November, 2011

Sejarah, Pengertin dan kedudukan Bimbingan dan Konseling


SEJARAH BIMBINGAN KONSELING 

A.    Di Amerika
Pada awal sejarah bimbingan dimulai permulaan abad ke-20 di Amerika dengan didirikannya suatu “Vocational Bureau” tahun 1908 oleh Frank Parsons, yang untuk selanjutnya dikenal dengan nama “The Father of Guidance” yang menekankan pentingnya setiap individu diberikan pertolongan agar mereka dapat mengenal atau memahami berbagai kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya dengan tujuan agar dapat dipergunakan secara intelegensi dalam memilih pekerjaan yang tepat bagi dirinya.
B.     Di Indonesia
Kegiatan “Bimbingan” pada hakikatnya telah berakar dalam seluruh kehidupan dan perjuangan bangsa Indonesia. Perkembangan usaha bimbingan dalam pendidikan di Indonesia sebelum kemerdekaan, dekade 40-an, dekade 50-an, dekade 60-an, dekade 70-an, dan dekade 80-an. Masing-masing dekade mempunyai karakteristik tertentu sesuai dengan situasi dan keadaan masing-masing. Perlu perwujudan bimbingan berdasarkan Pancasila baik secara konseptual maupun operasional (DR. H. M. Surya, 1989).
Rakyat Indonesia yang cinta akan nasionalisme dan kemerdekaan akan berusaha untuk memperjuangkan kemandirian bangsa Indonesia melalui pendidikan. Salah satu diantaranya adalah Taman siswa yang dipelopori oleh K.H Dewantara yang dengan gigih menanamkan nasionalisme dikalangan para siswanya. Lebih dari itu falsafah dasarnya yang dikenal yaitu : ”Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani,” mengandung makna yang sangat mendalam dilihat dari sudut pendidikan.
Memasuki dekade 60-an situasi politik kurang begitu menguntungkan dengan klimaksnya pemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965. Akan tetapi, dalam dekade ini juga lahir Orde Baru tahun 1966, yang kemudian meluruskan dan menegakkan, serta ini sudah mulai mantap dan merintis kearah terwujudnya suatu sistem pendidikan nasional.
Berdasarkan peristiwa penting dalam bidang pendidikan diantaranya :
1.      Ketetapan MPRS tahun 1966 tentang Dasar Pendidikan Nasional.
2.      Lahirnya kurikulum SMA Gaya Baru 1964.
3.      Lahirnya kurikulum 1968.
4.      Lahirnya jurusan Bimbingan dan Konseling di IKIP tahun 1963.
Dekade 70-an : Penataan
Pembangunan pendidikan terutama diarahkan pada pemecahan masalah utama pendidikan, yaitu : (1) Pemerataan kesempatan belajar, (2) Mutu, (3) Relevansi, dan (4) Efisien. Inovasi Pendidikan seperti :
Ø  Kelahiran kurikulum 1975 yang dipandang lebih relevan dibanding dengan kurikulum 1968. kurikulum ini pada dasarnya merupakan legalitas bagi pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah.
Ø  Peningkatan mutu guru.
Ø  Pengembangan buku teks.
Ø  Pengembangan sistem seleksi ke perguruan tinggi.
Ø  Berbagai penataran untuk berbagai jenis personal pendidikan.
Ø  Dan inovasi-inovasi untuk berbagai lainnya dalam berbagai segi pendidikan.
Dekade 80-an Pemantapan
Beberapa upaya dalam pendidikan yang dilakukan dalam dekade ini antara lain :
1.      Penyempurnaan kurikulum (dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984).
2.      Profesionalisasi tenaga kependidikan dalam berbagai tingkat dan jenis (antara lain dengan akta mengajar).
3.      Pelaksanaan wajib belajar.
4.      Lahirnya Undang-Undang Pendidikan Nasional (UUPN).
Menyongsong Era Lepas landas
Untuk mempersiapkan diri menyongsong era lepas landas itu. Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila. Karena itu, untuk menyongsong era lepas landas pada dasarnya adalah menyiapkan manusia-manusia Indonesia yang bersirikan ”Lepas Landas”. Manusia yang harus disiapkan pada saat ini adalah terutama pada kaum generasi muda yang pada saatnya nanti akan menjadi tulang punggung masyarakat Indonesia.
Kalau ciri kondisi kehidupan ”Lepas Landas” ditandai dengan keberadaan dan berkembang atas dasar kekuatan dan kemampuan sendiri, maka ciri ”Manusia Lepas Landas” adalah manusia yang mandiri secara utuh. Dalam arti mewujud dan berkembang atas kekuatannya sendiri. Manusia mandiri adlah manusia yang benar-benar memahami akan dirinya, mampu mengarahkan dirinya kearah perwujudan diri yang bermakna. Menurut Koentjaningrat, (1998) manusia lepas landas berfokus pada tiga kata kunci, yaitu : (1) Mentalitas manusia Indonesia (2) Disiplin Nasional, dan (3) Integritas Nasional.
Karakteristik ”Manusia lepas landas” itu akan berpusat pada tiga aspek, yaitu : Mental, disiplin, dan Integritas nasional yang diharapkan terwujud dalam kemampuannya menghadapi peradaban diatas adalah manusia-manusia yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
1)      Manusia yang berorientasi terhadap pandangan hidup yang bersifat positif, serta wajib menentukan nasibnya sendiri, berbeda dengan manusia berkebudayaan agraris yang secara pasif menggantungkan hidupnya pada kekuatan-kekuatan alam semestanya.
2)      Mementingkan keputusan atas pekerjaan yang dilakukan dan atas mutu dan hasil pekerjaannya, berbeda dengan manusia agraris, yang bekerja untuk mendapatkan makan, ganjaran dan gengsi.
3)      Berorientasi kemasa depan, dan belajar merencanakan hidupnya secermat mungkin, sambil memperhitungkan kemungkinan terjadinya hal-hal yang kurang menguntungkan dimasa depan, sehingga ia terdorong untuk menyisihkan sebagian dari pendapatannya untuk hal itu. Berbeda dengan manusia agraris tradisional yang biasanya berorientasi kemasa kini dan tidak mengindahkan masa depan.
4)      Sejak kecil dan dilatih untuk menjaga keselarasan dengan alam sekelilingnya sehingga mendorong tumbuhnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
5)      Berpegang teguh pada aspek-aspek positif gotong royong dengan cara menghindari dari aspek-aspek negatifnya.
Sebagai pribadi individu bangsa Indonesia hendaknya mampu mewujudkan diri sebagai manusia pancasila diatas pola-pola hidup pancasila pula. Sebgai warga negara, bangsa Indonesia dituntut untuk mewujudkan sebagai warga negara yang baik dalam berbagai segi kehidupan bernegara sesuai dengan ideologi negara yaitu Pancasila. Sebagai bangsa, pancasila menuntut bangsa Indonesia mampu menunjukkan ciri-ciri kepribadiannya di tengah-tengah pergaulan dengan bangsa lain. Ciri kepribadian yang dimaksud adalah kepribadian Pancasila.
Pancasila merupakan dasar Pendidikan Nasional (Ketetapan MPR No. 1/1988), dan tujuan Nasional merupakan rumusan Pancasila yang dicita-citakan. Demikian pula undang-Undang Pendidikan Nasional yang lahir diawal 1989 merupakan upaya konstitusional bangsa Indonesia untuk mewujudkan pendidikan Nasional berdasarkan pancasila, semua itu mengandung makna bahwa seluruh kegiatan falasafah pancasila dan secara operasional dilaksanakan sesuai dengan pola-pola hidup Pancasila.
Bimbingan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan yang mempunyai tanggung jawab yang amat besar dalam mewujudkan manusia Pancasila. Karena itu seluruh kegiatan bimbingan di Indonesia tidak lepas dari pancasila baik secara konseptual maupun operasional.
BAB II
PENGERTIAN, HUBUNGAN DAN KEDUDUKAN
BIMBINGAN KONSELING

A.    Pengertian Bimbingan
Pelayanan Bimbingan dan Konseling dilaksanakan dari manusia, untuk menusia, dan oleh manusia. Dari manusia, artinya pelayanan itu diselenggarakan berdasarkan hakikat keberadaan manusia dengan segenap dimensi kemanusiaannya.
Untuk manusia, bahwa pelayanan tersebut diselenggarakan demi tujuan-tujuan yang agung, mulia dan positif bagi kehidupan kemanusiaan menuju manusia seutuhnya, baik manusia sebagai individu maupun kelompok. Oleh manusia, mengandung pengertian penyelenggaraan kegiatan itu adalah manusia dengan segenap derajat, martabat, dan keunikan masing-masing, yang terlibat didalamnya.
a.       Pengertian Bimbingan
Rumusan tentang bimbingan formal telah diusahakan orang setidaknya sejak awal abad ke-20, yaitu sebagaimana telah disinggung diatas, sejak dimulainya bimbingan yang, diprakarsai oleh Frank Parsori pada tahun 1908.
1)      Bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat memilih, mempersiapkan diri, dan mengaku suatu jabatan serta mendapat kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya yaitu (Frans Parson dalam Jones, 1951).
2)      Bimbingan membantu individu untuk memahami dan menggunakan secara luas kesempatan-kesempatan pendidikan, jabatan, dan pribadi yang mereka miliki atau dapat mereka kembangkan, dan sebagai suatu bentuk bantuan yang sistematik melalui mana siswa dibantu untuk dapat memperoleh penyelesaian yang baik terhadap sekolah dan terhadap kehidupannya (Dunsmoor & Miller, dalam Mc Daniel, 1969).
3)      Bimbingan membantu setiap individu untuk lebih mengenal berbagai informasi tentang dirinya sendiri. (Chiskolm, dalam MC Daniel, 1959).
4)      Bimbingan adalah bagian dari proses pendidikan yang teratur dan sistematik guna membantu pertumbuhan anak muda atas kekuatannya dalam nenentukan dan mengarahkan hidupnya sendiri, yang pada akhirnya ia dapat memperoleh pengalaman-pengalaman yang dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi masyarakat. (Lefever, dalam McDaniel, 1959).
5)      Bimbingan sebagai proses layanan yang diberikan kepada individu-individu guna membantu mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam membuat pilihan-pilihan, rencana-rencana dan interpretasi-interpretasi yang diperoleh untuk menyesuaikan diri yang baik. (Smith, dalam Mc-Daniel, 1959).
6)      Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang. Laki-laki atau perempuan, yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu setiap usia untuk membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri dan menanggung bebannya sendiri. (Crow, & Crow, 1960).
7)      Bimbingan membantu seseorang agar menjadi berguna, tidak sekedar mengikuti kegiatan yang berguna. (Tiedeman, dalam Bernard & Schmuller, 1976).
8)      Bimbingan merupakan segala kegiatan yang bertujuan meningkatkan realisasi pribadi setiap individu. (Bernard & Fulhner, 1969).
9)      Bimbingan sebagai pendidikan dan perkembangan yang menekan proses belajar yang sistematik. (Mathewson, dalam Bernard & Scmuller, 1969).
10)  Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam membuat pilihan-pilihan dan penyesuaian-penysuaian yang bijaksana.
1.      Rumusan 1 (Parson, dalam Jones, 1951).
a)      Bimbingan diberikan kepada individu.
b)      Bimbingan mempersiapkan individu untuk memasuki suatu jabatan.
c)      Bimbingan menyiapkan individu agar mencapai kemajuan dalam jabatan.
2.      Rumusan 3 (Chiskolm, dalam Mc Daniel, 1959)
a.       Bimbingan membantu setiap individu.
b.      Bimbingan berusaha agar klien memahami diri sendiri.
3.      Rumusan 5 (Smith dalam Mc Daniel, 1959)
a.       Bimbingan merupakan suatu proses layanan.
b.      Bimbingan merupakan bantuan kepada individu.
c.       Bimbingan bertujuan agar klien memperoleh pengetahuan dan keterampiln
Merangkum keseluruhan isi yang terdapat didalam semua rumusan tentang bimbingan diatas, dapat dikemukakan unsur-unsur pokok sebagai berikut :
1)      Pelayanan bimbingan merupakan suatu proses. Ini bererti bahwa pelayanan bimbingan bukan sesuatu yang sekali jadi, melainkan melalui liku-liku sesuai dengan dinamika yang terjadi di dalam pelyanan itu.
2)      Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan. ”Bantuan” disini tidak diartinkan sebagai bantuan materiil, melainkan bantuan yang bersifat menunjang bagi pengembangan pribadi bagi individu yang dibimbing.
3)      Bantuan itu diberikan kepada individu, baik perorngan mupun kelompok. Orang yang diberi bantuan, baik orang, seorang secara individu ataupun secara kelompok.
4)      Pemecahan masalah dalam bimbingan dilakukan oleh kekuatan klien sendiri. Memperkembangkan kemampuan klien (orang yang dibimbing) untuk dapat mengatasi sendiri masalah-masalah yang dihadapinya, dan akhirnya dapat mencapai kemandirian.
5)      Bimbingan dilaksanakan dengan menggunakan berbagai bahan, interaksi, nasihat, ataupun gagasan, serta alat-alat tertentu baik berasal dari klien sendiri, konselor maupun dari lingkungan.
6)      Bimbingan tidak hanya diberikan untuk kelompok-kelompok umur tertentu saja, tetapi meliputi semua usia, mulai dari anak-anak, remaja, dn tenaga dewasa. Dengan demikian imbingan dapat diberikan disemua lingkungan kehidupan, di dalam keluarga, di sekolah dan diluar sekolah.
7)      Bimbingan diberikan oleh orang-orang yang ahli, yaitu orang-orang yang memiliki kepribadian yang terpilih dan telah memperoleh pendidikan sert latihan yang memadai dalam bidang bimbingan dan konseling.
8)      Pembimbing tidak selayaknya memaksakan keinginan-keinginannya kepada klien karena klien mempunyai hak dn kewajiban untuk menentukan arah dan jalan kehidupannya sendiri, sepanjang dia tidak mencampuri hak-hak orang lain.
9)      Satu hal yang belum tersurat secara langsung dalam rumusan-rumusan di atas ialah bimbingan dilaksanakan sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

B.     Pengertian Konseling
1.      Konseling adalah kegiatan dimana semua fakta dikumpulkan da semua pengalaman siswa difokuskan pada masalah tertentu untuk diatasi sendiri oleh yang bersangkutan, dimana ia diberi bantuan pribadi dan langsung dalam pemecahan masalah itu. (Jones, 1951)
2.      Interaksi yang (a) terjadi antara dua orang individu masing-masing disebutkan konselor dan klien, (b) terjadi dalam suasana yang profesional, (c) dilakukan dan dijaga sebagai alat memudahkan perubahan-perubahan dalam tingkah laku klien. (Pepinsky, dalam Shertzet & Stone, 1974).
3.      Suatu proses yang terjadi dalam hubungan tatap muka antara seseorang individu yang terganggu oleh karena maslah-masalah yang tidak dapat diatasinya sendiri dan seorang pekerja yang profesional, yaitu orang yang telah terlatih dan berpengalaman membantu orang lain mencapai pemecahan-pemecahan terhadap berbagai jenis kesulitan pribadi. (Maclean, dalam Shertzer & Stone, 1974).
4.      Suatu proses membantu konseling membuat interpretasi-interpretasi tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan pilihan, rencana, atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuatnya. (Smith, dalam Sherzer & Stone, 1974).
5.      Konseling suatu proses untuk membantu individu mengatasi hambatan perkembangan dirinya, dan untuk mencapai perkembangan optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya, proses tersebut dapat terjadi setiap waktu. (Devision of Counseling psychology).
6.      suatu rangkaian pertemuan langsung dengan individu yang ditujukan pada pemberian bantuan kepadanya untuk dapat menyesuaikan dirinya secara lebih efektif dengan dirinya sendiri dan dengan lingkungannya (Mc Daniel, 1956).
7.      Konseling ada hubungan pribadi yang sering dilakukan secara tatap muka antara 2 orang, dalam mana konseling membantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang dan kemungkinan keadaan masa depan yang dapat diciptakn dengan menggunakan potensi-potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan baik pribadi maupun masyarakat, dan lebih jauh dapat belajar bagaimana menyelesaikan masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang. (Tolbert, 1959).
8.      Membantu individu agar dapat menyadari dirinya sendiri dan memberikan reaksi terhadap pengaruh-pengaruh lapangan yang diterimanya, selanjutnya membantu yang bersangkutan menentukan beberapa makna bagi pribadi tingkah laku tersebut dan mengembangkan serta memperjelas tujuan-tujuan dan nilai-nilai untuk pribadi dimasa yang akan datang. (Blocher, dalam Shertzer & Stone, 1974).
9.      Konseling meliputi pemahaman dan hubungan individu untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan, motivasi, dan potensi-potensi yang unik dari individu dan membuat individu yang bersangkutan untuk mengapresiasi ketiga hal tersebut. (Bernard & Fullmer, 1969).
10.  Proses dalam mana seseorang individu yang sedang mengalami masalah (Klien) dibantu untuk merasa dan bertingkah laku dalam suasana yang lebih menyenangkan melalui interaksi dengan seseorang yang tidak bermasalah yang tidak menyediakan informasi dan reaksi-reaksi yang merancang klien untuk mengembangkan tingkah laku yang memungkinkannya berperan secara lebih efektif bagi dirinya sendiri dan lingkungannya. (Lewis, dalam Shertzer & Stone, 1974).
a)      Rumusan 2 (Pepinsky & Pepinsky, dalam Shertzer & Stone, 1974)
o   Konseling merupakan proses interaksi antar dua orang individu, masing-masing disebut konselor dan klien.
o   Dilakukan dalam suasana profesional.
o   Berfungsi dan bertujuan sebagai alat (wadah) untuk memudahkan perubahan tingkah laku klien.
b)      Rumusan 4 (Smith, dalam Shertzer & Stone, 1974)
o   Konseling merupakan suatu proses pemberian bantuan.
o   Bantuan itu dilakukan dengan mengiterpretasikan fakta-fakta atau data, baik mengenai diri sendiri maupun lingkungannya, khususnya yang menyangkut pilihan-pilihan, dan rencana-rencana yang akan dibuat.
c)      Rumusan 7 (Blocher, dalam Shertzer & Stone, 1974)
o   Konseling merupakan bantuan yang diberikan kepada individu.
o   Tujuan konseling adalah agar individu dapat memahami dirinya sendiri, dapat memberikan reaksi (tanggapan) terhadap pengaruh-pengaruh lingkungan, dan dapat mengembangkan serta memperjelas tujuan-tujuan hidupnya.
1.      Konseling melibatkan dua orang yang saling berinteraksi dengan jalan mengadakan komunikasi langsung, mengemukakan dan memperhatikan dengan seksama isi pembicaraan, gerakan-gerakan, isyarat pendangan mata, dan gerakan-gerakan lain dengan maksud untuk meningkatkan pemahaman kedua belah pihak yang terlibat dalam interaksi itu.
2.      Model interaksi di dalam konseling itu terbatas pada dimensi verbal, yaitu konselor dan klien saling berbicara. Klien berbicara tentang pikiran-pikirannya, tentang perasaan-perasaannya, tentang perilaku-perilakunya dan banyak lagi tentang dirinya. Di pihak lain, konselor mendengarkan.
3.      Interaksi antara konselor dan klien berlangsung dalam waktu yang relatif lama dan terarah kepada pencapaian tujuan.
4.      Tujuan dari hubungan konseling adalah terjadinya perubahan pada tingkah laku klien.
5.      Konseling merupakan proses yang dinamis, dimana individu klien dibantu untuk dapat mengembangkan dirinya dalam mengatasi masalah-masalah yang sedang dihadapinya.
6.      Konseling didasari atas penerimaan konselor secara wajar tentang diri klien, yaitu atas dasar penghargaan atas dasar harkat dan martabat klien.
Proses konseling pada dasarnya adalah usaha menghidupkan dan mendayagunakan secara penuh fungsi-fungsi yang minimal secara potensial organik ada pada diri klien itu.
Apabila program pendidikan di sekolah itu bertujuan agar murid-murid mencapai perkembangan optimal sebagai individu dan sebagai makhluk sosial, sesuai dengan kemampuan, minat dan nilai-nilai yang dianutnya masing-masing, maka pendidikan di sekolah tidak cukup dengan menghidangkan program kurikuler yang berbentuk mata pelajaran saja. Lebih dari itu, pelajaran-pelajaran dan pencapaiannya harus diadministrasikan secara baik. Di samping itu tak kala murid menghadapi kesukaan di dalam rangka menyelesaikan program pendidikannya di sekolah, dimana kesukaran itu tidak hanya terbatas kepada kesukaran mengenai pelajaran, maka sekolah perlu mengadakan usaha untuk membantu murid dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya itu.



Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar